Kamis, 28 April 2016

Jurnal yang Berkaitan dengan Kesehatan Mental dan PIO

NAMA KELOMPOK:
ALMIRA HIKMAH                          10514880
AMALIATU SALSIAH                    10514932
RESTI ANUGRAHSARI                  19514092
WIMA INDAH PERDANA             1C514253
WINDY NILA TRESNA                  1C514281


HUBUNGAN ANTARA MODEL KOMUNIKASI DUA ARAH ANTARA ATASAN DAN BAWAHAN DENGAN MOTIVASI KERJA PADA BINTARA DI POLRESTA YOGYAKARTA.

Analisis Hubungan Atasan dan Bawahan
Mulyana (2006) mengemukakan, salah satu model komunikasi adalah model komunikasi dua arah. Apabila terdapat dua pihak yang berkomunikasi maka keduanya dapat berperan sebagai komunikator dan komunikan secara bergantian, saling mengirim pesan dan menerima pesan secara berkelanjutan. Menurut Wexley & Yulk (1977), komunikasi dalam konteks organisasi merupakan proses utama dalam organisasi, karena mencakup kepemimpinan, perencanaan, pengontrolan, koordinasi, pelatihan, manajemen konflik, pengambilan kebijakan, dan proses organisasi lainnya.
Hubungan model komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan pada Bintara di Polresta Yogyakarta termasuk ke dalam kepemimpinan transformasional karena interaksi antara pemimpin dan pengikutnya, manajer dengan bawahannya ditandai oleh pengaruh pemimpin atau manager untuk mengubah perilaku pengikutnya atau bawahannya menjadi seseorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Motivasi kerja yang tinggi seharusnya dimiliki oleh anggota kepolisian. Setiap anggota kepolisian dari jengjang pangkat Bintara hingga Perwira dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang tinggi, memiliki kepecayaan diri dalam kepercayaan diri dalam melakukan tugas pantang menyerah serta menyukai tujuan lembaga kepolisian. Dari lima aspek kepemimpinan tranformasional penelitian tersebut masuk ke dalam Idealizet influence karena pemimpin berusaha mempengaruhi bawahan dengan menekankan pentingnya nilai-nilai dan keyakinan untuk mencapai tujuan. Anggota kepolisian yang memiliki motivasi kerja seharusnya memiliki kemampuan untuk menggerakkan sikap dan perilaku menuju sasaran yang ingin dicapai oleh Polresta Yogyakarta.
Menurut Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu :
1.      Need for achievement
2.      Need for afiliation
3.      Need for power
Penelitian ini masuk dalam need for afilition yaitu keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan social need-nya Masllow). Terdapat hubungan yang positif antara komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan dengan motivasi kerja pada Bintara di Polresta Yogyakarta. Semakin sering model komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan dilakukan, maka semakin tinggi pula motivasi kerja pada Bintara. Sebaliknya, semakin rendah atau jarang model komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan dilakukan, maka semakin rendah pula motivasi kerja.

Analisis Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti dorongan, daya penggerak atau kekuatan yang menyebabkan suatu tindakan atau perbuatan. Hal tersebut diberikan pada individu agar mampu mencapai tujuan tertentu (Steers & Poter, 1996). Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Motivasi adalah suatu proses kebutuhan-kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuan tersebut (Munandar, 2001).
Maslow mengemukakan kebutuhan akan motivasi berdasarkan lima tingkatan  penting yaitu, kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki, kebutuhan akan penghargaan, kebutuhan aktualisasi diri. Dalam jurnal tersebut dikaitkan dengan teori motivasi Maslow tentang aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).
Pada jurnal diatas disebutkan bahwa sikap dan perilaku polri mencerminkan tinggi rendahnya motivasi kerja. Dicontohkan seorang polri yang datang apel tepat waktu lebih memiliki motivasi kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan polri yang datang apel terlambat dan tidak melakukan tugas sesuai dengan standar.
Disebutkan bahwa seseorang yang memiliki tanggung jawab yang tinggi maka memiliki motivasi yang tinggi, dan seeorang yang memiliki tanggung jawab yang rendah maka memiliki motivasi yang rendah. Karena aktualisasi diri merupakan perkembangan yang paling tinggi  dan penggunaan semua bakat kita, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas kita, maka sikap dan perilaku polri yang bertanggung jawab mencerminkan teori motivasi dari Maslow mengenai aktualisasi diri yang memberikan arti bahwa seseorang yang bertanggung jawab khususnya terhadap pekerjaaannya akan mengembangkan dan menggunakan semua bakatnya, kualitas dan kapasitasnya dalam bekerja semaksimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: PT Kanisius.


Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Depok: Penerbit Universitas Indonesia.

Selasa, 12 April 2016

Konsep Sehat Menurut Carl Rogers

Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Aktualisasi diri terjadi berkesinambungan, tidak statis. Aktualisasi diri adalah suatu proses yang sulit dan terkadang menyakitkan. Berkembangnya konsep diri yang sehat tergantung dari pengalaman masa kecil anak akan penerimaan dan cinta kasih (Ibu). Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak-kanak seperti yang diajukan oleh aliran Freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman seksual sebelumnya.
Pada tahun 1951, Rogers pertama kali mengemukakan “karakteristik dari kepribadian yang telah dimodifikasi”; ia kemudian memperluas pada konsep manusia yang berfungsi sepenuhnya dalam sebuah jurnal yang tidak dipublikasikan. Pada tahun 1959, teorinya tentang kepribadian yang sehat dijelaskan dalam seri buku Koch, dan ia sering kembali ke topik ini selama awal tahun 1960-an. Beberapa saat setelahnya, ia kemudian mendeskripsikan tentang dunia masa depan dan manusia masa depan. Rogers memberikan beberapa kemungkinan karakteristik.
Pertama, orang yang sehat secara psikologis akan lebih mudah beradaptasi. Oleh karena itu, dari sudut pandang evolusi, mereka mempunyai kemungkinan untuk bertahan, inilah yang mendasari judul “Manusia masa depan”.
Kedua, manusia-manusia masa depan akan lebih terbuka atas pengalaman-pengalaman mereka, secara akurat mensimbolisasikan pengalaman tersebut dalam kesadaran daripada melakukan penyangkalan dan distorsi. Manusia masa depan akan lebih mendengar dirinya dan memperhatikan perasaan bahagia, marah, kekecewaan, ketakutan, dan kelembutan mereka.
Karakteristik ketiga dari manusia masa depan adalah kecenderungan untuk hidup sepenuhnya pada masa sekarang. Oleh karena orang-orang tersebut lebih terbuka terhadap pengalamannya, mereka akan mengalami kondisi perubahan yang konstan.
Keempat, manusia masa depan akan tetap percaya terhadap kemampuan diri mereka untuk merasakan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Mereka akan tampil apa adanya, tanpa kebohongan atau kepalsuan, tanpa pertahanan atau topeng, tanpa kemunafikan atau tipuan.
Kelima, manusia masa depan akan lebih terintegrasi, lebih utuh, tanpa batasan-batasan buatan antara proses kognitif yang dilakukan secara sadar ataupun yang tidak.
Keenam, manusia masa depan mempunyai kepercayaan pada kemanusiaan. Mereka tidak akan menyakiti orang lain hanya untuk kepentingan pribadi; peduli pada orang lain dan akan siap membantu apabila diperlukan; akan mengalami kemarahan, tetapi dapat dipercaya bahwa mereka tidak akan menyerang secara tidak masuk akal melawan orang lain; serta akan merasakan agresi, tetapi akan mengalihkannya ke arah yang sepatutnya.
Terakhir, karena manusia masa depan terbuka dengan semua pengalaman, mereka akan lebih menikmati kekayaan hidup daripada orang lain. Mereka akan hidup pada masa sekarang sehingga akan lebih dapat berpartisipasi dengan lebih baik pada kejadian-kejadian yang sedang terjadi.


Daftar Pustaka:
Feist, J., Feist, G. J. (2011). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: PT Kanisius.

Konsep Sehat Menurut Gordon Allport

Secara umum teori Allport memberi definisi yang positif terhadap manusia, teori Allport telah membantu manusia untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk yang baik dan penuh harapan. Hal tersebut terlihat dari teorinya, yaitu “gambaran kodrat manusia adalah positif, penuh harapan dan menyanjung-nyanjung”. Memandang satu pribadi positif dan apa adanya merupakan salah satu definisi pribadi sehat, inilah kelebihan dan kekuasaan dari teori Allport.
Jauh Sebelum Abraham Maslow membuat konsep aktualisasi diri dikenal orang banyak, Gordon Allport (1937) telah membuat hipotesis mendalam mengenai atribut dari kepribadian yang matang. Minat Allport terhadap pribadi yang sehat secara psikologis dimulai tahun 1922, yaitu ketika mendapatkan gelar Ph.D.
Beberapa asumsi umum dibutuhkan untuk mengerti konsep Allport mengenai kepribadian yang matang. Pertama, manusia yang matang secara psikologis memiliki karakteristik berupa prilaku proaktif, yaitu mereka mampu bertindak secara sadar dalam lingkungannya melalui pendekatan-pendekatan yang baru dan inovatif, serta membuat lingkungan mereka memberikan respons terhadap mereka. Perilaku proaktif tidak hanya sekadar mengurangi tekanan, namun juga untuk membentuk tekanan baru.
Selain itu, kepribadian yang matang lebih dapat termotivasi oleh proses sadar daripada kepribadian yang terganggu, yang membuat mereka menjadi lebih fleksibel dan mandiri dibanding pribadi yang tidak sehat, yang akan tetap terdominasi oleh motif-motif tidak sadar yang berasal dari pengalaman masa kecil mereka.
Pribadi yang sehat biasanya mempunyai masa kecil yang relatif tidak traumatis walaupun pada tahun-tahun berikutnya mereka dapat menghadapi konflik dan penderitaan. Orang-orang yang sehat secara psikologis tidak terbebas dari kelemahan-kelemahan ataupun keanehan-keanehan yang membuat mereka unik. Selain itu, usia juga tidak diperlukan untuk kedewasaan, walaupun manusia yang sehat kelihatan menjadi lebih dewasa saat mereka bertambah umurnya.
Allport (1961) mengidentifikasikan enam kriteria kepribadian yang matang. Kriteria pertama adalah perluasan perasaan diri. Pribadi yang matang terus mencari untuk dapat mengidentifikasi diri dan berpartisipasi dalam kejadian yang terjadi di luar diri mereka. Allport merangkum kriteria pertama ini dengan mengatakan, “semua orang mempunyai rasa cinta terhadap diri sendiri (self-love), namun hanya perluasan atas diri yang mejadi penanda kematangan pribadi”.
Kedua, kepribadian yang matang memiliki karakter berupa “hubungan yang hangat dengan orang lain”. Manusia yang sehat secara psikologis memperlakukan orang lain dengan rasa hormat, serta menyadari bahwa kebutuhan, keinginan, dan harapan orang lain merupakan hal yang tidak sepenuhnya asing dengan milik mereka sendiri. Selain itu, mereka mempunyai sikap seksual yang sehat dan tidak memaksa orang lain untuk pemuasan pribadi mereka.
Kriteria ketiga adalah keamanan emosional atau penerimaan diri. Pribadi yang matang menerima diri mereka apa adanya, dan memiliki apa yang disebut Allport sebagai keseimbangan emosional. Manusia yang sehat secara psikologis tidak akan menjadi terlalu sedih apabila terdapat hal-hal yang berjalan diluar rencana atau saat mereka hanya “mengalami hari yang buruk”.
Keempat, manusia yang sehat secara psikologis juga memiliki persepsi yang realistis mengenai lingkungan di sekitarnya. Mereka tidak hidup di dalam dunia fantasi atau membelokkan kenyataan agar sesuai dengan harapan mereka.
Kriteria kelima adalah insight dan humor. Pribadi yang matang mengenal dirinya sendiri, sehingga tidak mempunyai kebutuhan untuk mengatribusikan kesalahan dan kelemahannya kepada orang lain. Manusia yang sehat dapat melihat diri mereka dengan lebih objektif. Mereka dapat melihat hal-hal yang absurd dan mustahil dalam kehidupan, serta tidak mempunyai kebutuhan untuk berpura-pura atau memakai topeng dalam kehidupan mereka.
Kriteria terakhir dari kepribadian yang matang adalah filosofi kehidupan yang integral. Manusia yang sehat mempunyai pandangan yang jelas mengenai tujuan hidup mereka. Filosofi kehidupan yang integral dapat berupa sesuatu yang bersifat religius ataupun tidak, tetapi dalam tahap personal, Allport kelihatannya telah merasakan bahwa  orientasi religius yang matang merupakan komposisi yang penting dalam kehidupan pribadi yang sangat matang.


Daftar Pustaka:
Feist, J., Feist, G. J. (2011). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: PT Kanisius.