Kamis, 06 Oktober 2016

SUMBER DAYA MANUSIA, ORGANISASI, DAN KEPEMIMPINAN

Nama     : Wima Indah Perdana
NPM      : 1C514253
Kelas     : 3PA08

1.        APA YANG DIMAKSUD DENGAN SUMBER DAYA MANUSIA?
Sumber daya manusia adalah suatu unsur yang sangat berperan penting dalam keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam mencapai visi atau misinya. Walaupun suatu organisasi atau perusahaan mempunyai sumber dana yang banyak jika sumber daya manusianya lemah kekayaan tersebut akan terbuang atau tidak optimal dalam penggunaannya.
Menurut Hasibuan (2003: 244) Sumber Daya Manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.
Menurut Veithzal Rivai (2003: 6), Sumber Daya Manusia adalah seorang yang siap, mau dan mampu memberi sumbangan usaha pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, sumber daya manusia merupakan salah satu unsur masukan (input) yang bersama unsur lainnya seperti modal, bahan, mesin dan metode/teknologi diubah menjadi proses manajemen menjadi keluaran (output) berupa barang atau jasa dalam usaha mencapai tujuan perusahaan.

2.        APA ITU ORGANISASI?
Organisasi dapat kita pandang sebagai suatu sistem yang terbuka, yaitu: “suatu kesatuan keseluruhan yang terorganisasi, yang terdiri dari dua atau lebih bagian, komponen atau subsistem, yang saling tergantung, yang dipisahkan dari suprasistem sebagai lingkungannya oleh batas-batas yang dapat ditemukenali” (Kast & Rosenzweig, 1974). Namun dalam banyak keadaan kita dapat mempelajari organisasi sebagai satu sistem sosial saja, sebagaimana juga dilakukan oleh Berrien (dalam Dunnette, 1976).
Dalam interaksi organisasi (sebagai sistem terbuka) dengan lingkungannya organisasi menghadapi berbagai persoalan, terutama jika lingkungannya merupakan lingkungan yang tidak stabil, berkembang terus. Terhadap lingkungan yang berubah-ubah ini organisasi perlu menyesuaikan diri dengan menjawab/mengatasi masalah-masalahnya. Disamping itu, pada saat yang sama organisasi juga menghadapi masalah-masalah internal, yang mengharuskan organisasi mengatasinya sehingga tetap terjadi satu keterpaduan dalam berfungsinya organisasi.
Mengatasi masalah-masalah eksternal dan internal tersebut organisasi perlu memiliki kemampuan untuk itu, bila ingin tetap mempertahankan diri, bahkan jika ingin terus tumbuh. Dalam kondisi seperti itu organisasi perlu melaksanakan pengembangan organisasi (organization development).
Sejak berdirinya organisasi, secara sadar atau tidak,pendiri meletakkan dasar bagi budaya organisasi yang didirikan. Pertumbuhan organisasi, sebagai hasil interaksi organisasi dengan lingkungannya, juga dalam mengusahakan pengembangan organisasinya, secara sadar nilai-nilai pokok tertentu perlu mengalami perubahan. Budaya organisasi perlu juga menyesuaikan diri terhadap pertumbuhan organisasi.
Menurut Tossi, Rizzo, dan Carroll (1994: 34), organisasi ialah “... a group of people, working toward objectives, which develops and maintains relatively stable and predictable behavior patterns, even though the individuals in the organization may change. Usually we describe organizations in terms of how they differ on three dimensions: complexity, formalization, and centralization.”
Organisasi terdiri dari kelompok orang-orang, atau dapat dikatakan juga terdiri dari kelompok-kelompok tenaga kerja (dalam hal organisasi perusahaan) yang bekerja untuk mencapai tujuan organisasinya. Untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dikembangkan dan dipertahankan pola-pola perilaku tertentu yang cukup stabil dan dapat diperkirakan sebelumnya. Pengembangan dan pertahanan pola-pola perilaku tersebut, untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, akan tetap berlangsung, meskipun orang-orangnya berganti. Dengan kata lain organisasi tetap ada, meskipun orang-orang atau anggota-anggota organisasi berubah-ubah. Tiga dimensi dari organisasi ialah: kemajemukan, formalisasi, dan pemusatan.

3.        KEPEMIMPINAN YANG BAIK DALAM ORGANISASI
Melalui penelitian ditemukan adanya beberapa kelompok perilaku pemimpin yang dalam kombinasinya mengarah ke kepemimpinan yang berhasil. Dalam kombinasi yang lain kelompok perilaku pemimpin justru mengarah ke kepemimpinan yang kurang efektif. Ditemukanlah berbagai gaya kepemimpinan atau gaya manajemen, dimana diduga semula bahwa ada satu gaya manajemen yang paling efektif (kelompok dari Ohio State University, 1956; Blake & Mouton, 1964).  Terbukti bahwa tidak ada satu pun gaya manajemen yang efektif untuk setiap situasi kepemimpinan/manajemen. Setiap situasi menuntut adanya gaya kepemimpinan tertentu. Timbul teori contingency dari Fiedler (1967), teori tiga dimensi dari Reddin (1970), dan teori dari Hersey dan Blanchard (1977). Vroom dan Yetton (1973) dan Vroom dan Jago (1988) mendekati masalah kepemimpinan dari proses pengambilan keputusan. Corak masalah yang dihadapi manajer menentukan gaya manajemennya dalam mengatasi masalah dan pengambilan keputusan.

             ·        Teori “Contingency”
Model contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the performance of the group is contingent upon both the motivational system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73). Dengan perkataan lain, tinggi-rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh pemimpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Preferred Cowoker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana yang menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented), suatu konsep yang mempunyai persamaan dengan konsep Penenggangan (Consideration). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka dengan mana ia tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented), yang mirip pengertiannya dengan Memprakarsai Struktur (Initiating Structure).

·       Teori Tiga Dimensi
Reddin (1970) mengembangkan teori tiga dimensinya dengan menambahkan dimensi ketiga pada dimensi dari Orientasi-Tugas (OT) dan dimensi Orientasi-Hubungan (OH). Dimensi ketiga merupakan dimensi efektivitas. Dengan menggunakan OH sebagai sumbu tegak dan OT sebagai sumbu mendatar ia menemukenali empat gaya dasar dari perilaku manajerial, yaitu:
1.    Separated: Perilaku OT dan OH digunakan sedikit sekali.
2.    Related: Perilaku OH yang terutama digunakan.
3.    Integrated: Perilaku OH dan OT banyak digunakan.
4.    Dedicated: Perilaku OT yang terutama digunakan.
Keempat gaya dasar dari perilaku manajerial tersebut masing-masing dapat efektif dalam situasi tertentu, dapat tidak efektif dalam situasi lain.
Tidak ada gaya manajerial yang ideal. Gaya-gaya manajerial tersebut paling tepat dinilai dalam hubungannya dengan situasi-situasi tertentu. Setiap gaya manajerial sesuai untuk satu situasi tertentu dan tidak sesuai untuk banyak situasi lainnya. Seorang manajer harus mencocokan gaya dasarnya dengan kebutuhan atau tuntutan dari situasi. Gaya dasar related misalnya, jika digunakan dalam situasi yang sesuai dinamakan gaya developer. Sedangkan jika gaya dasar tersebut digunakan dalam situasi yang tidak sesuai, maka gayanya diberi nama gaya Missionary.

·       Teori Kepemimpinan Situasional
Teori kepemimpinan situasional, yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1982), yang merupakan pengolahan dari model efektivitas pemimpin yang tiga dimensi, didasarkan atas hubungan kurvalinear antara perilaku tugas dengan perilaku hubungan dan kedewasaan. Teori ini berusaha untuk memberikan pemahaman kepada pemimpin tentang kaitan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kedewasaan dari para pengikutnya. Hersey dan Blanchard berpendapat bahwa bawahan merupakan faktor yang sangat penting dalam situasi kepemimpinan.
Dimulai dengan perilaku tugas yang berstruktur, yang sesuai dalam bekerja dengan bawahan yang belum dewasa, teori ini menyarankan bahwa perilaku pemimpin harus bergerak melalui (1) tugas tinggi-hubungan rendah (dinamakan gaya telling) ke (2) tugas tinggi-hubungan tinggi (gaya selling) ke (3) tugas rendah-hubungan tinggi (gaya participating),  dan akhirnya ke (4) tugas rendah-hubungan rendah (gaya delegating), jika kita mengikuti perkembangan bawahan dari tidak dewasa sampai ke dewasa.


Daftar Pustaka:
Lutfy, R.M. (2015). “Pengaruh Pelatihan ISO 9001:2008 Terhadap Peningkatan Produktivitas Kerja Karyawan pada PT Spectra Samudra Line Jakarta”. Skripsi. FE, Manajemen, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonnomi Ahmad Dahlan Jakarta.

Munandar, A.S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).